Senin, 19 Januari 2009

Komunikasi Visual sebagai Advokasi Lingkungan Hidup

Sumber http://beritahabitat.net/



Tentunya kita bangga ketika senator Al-Gore mendapat penghargaan sebagai film documenter terbaik International. Selain itu, Inconvenient Truth telah menempatkan film dokumenter sebagai satu genre film yang memiliki kekuatan besar untuk membawa tema-tema penting perubahan sosial yang mampu menjangkau khalayak yang luas. Dengan Al-Gore masyarakat dunia semakin peduli dengan lingkungan hidup. National Endowment For The Art merilis sebuah penelitian yang sebagaimana dikatakan sang ketua, Dana Gioia “Sejarah peradaban adalah sejarah komunikasi jika komunikasi bergeser dari kata ke visual, kita perlu belajar bahasa baru untuk berinteraksi.”

Semakin seringnya kejahatan lingkungan terungkap secara seni audio-visual maka terbentuklah pola pikir masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan hidup. Dewasa ini, kita bisa mengucapkan selamat tinggal untuk dunia tulis-menulis Guttenburg. Apa yang diungkapkan dalam buku “Mindset” Jhon Naisbitt setelah bertahun-tahun ledakan pertumbuhan jumlah judul buku di AS, pada juni 2006, para penerbit melaporkan penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2005, jumlah judul buku merosot menjadi 172.000 dari 190.078 pada tahun 2004. Dunia semakin sadar bahwa visual sedang merasuki pemikiran-pemikiran masyarakat Internasional. Selain itu tidak jamannya lagi manusia beretorika artikulatif dengan pidato ala Hitler, Fidel Castro, Soekarno dengan propaganda pesan agar layak diikuti oleh masyarakatnya.

Komunikasi visual adalah sarana untuk advokasi sebagai bukti nyata dan memberikan dampak begitu besar terhadap perubahan masyarakat. Realitas ini langsung berbicara kepada emosi masyarakat. Pesan Einstein terhadap kita yakni, kita semua secara substansial membutuhkan cara berpikir yang benar-benar baru jika umat manusia ingin bertahan hidup.

Masyarakat diambang bencana besar terutama lingkungan hidup. Oleh karena itu krisis lingkungan hidup berpengaruh terhadap kehidupan manusia seutuhnya. Mari kita lupakan bahwa uang bisa merubah segalanya, ternyata singgasana uang bisa runtuh ketika bencana alam besar menghancurkan segi perekonomian bisnis.

Di jaman abad 21 ini setiap negara melihat kesuksesan berdasarkan growth ekonomi yang merata tanpa harus memikirkan sisi ekologis lingkungan hidup yang berperan banyak terhadap kehidupan manusia. Jaman bertolak belakang, di abad ini lingkungan hidup yang semakin termarginalkan oleh pemerintah dan para entrepreneurship semakin bergejolak dengan menunjukan eksistensinya terhadap manusia abad postmodern ini dengan bentuk bencana-bencana alam besar contohnya yang saat ini terjadi, pemanasan global, banjir, longsor dan masih banyak lagi.

Salah satu bentuk dalam sejarah bahwa komunikasi sebagai advokasi lingkungan hidup adalah film dokumenter Al-Gore yang penulis ungkapkan di atas. Manusia pun kini tahu bahwa ekonomi tanpa bumi tidak bisa berperan banyak untuk mengubah dunia menjadi lebih baik. Mari kita berperan banyak untuk kelestarian lingkungan hidup demi kelangsungan hidup kita sebagai manusia lewat jalur apapun, baik tulis, ataupun dengan sikap kita untuk tidak membuang sampah atau menebang pohon, tidak memelihara satwa liar yang dilindungi UU. Dan hal ini pun kita harus ketahui bahwa peran visual di jaman ini sangat berharga dan mengena untuk merubah pola masyarakat yang tidak peduli lingkungan kini semakin peduli terhadap lingkungan hidup.

Kerusakan Lingkungan hidup di Indonesia memang sangat krusial meskipun ada lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang memperjuangkan lingkungan hidup. Namun, tanpa di dukung dari masyarakat tak akan pernah terjadi. Seperti disampaikan pembuat film dokumenter kenamaan asal Perancis Alain Compost. Selama 30 tahun perjalanan kariernya, menciptakan gambar atau film yang indah tentang alam liar dan kerusakan alam Indonesia. Mengatakan bahwa apresiasi masyakarat Indonesia terhadap alam umumnya sangat rendah. Bisa dibilang hubungan orang Indonesia dengan binatang hanya kalau bisa dimainkan, bisa dijual atau bisa dimakan. Tetapi rasa cinta itu jarang saya temukan. Jarang ada. Kalaupun ada kampanye penyelamatan lingkungan baik flora dan fauna, inisiatifnya datang dari orang-orang luar negeri. Orang
Indonesia mungkin bisa membantu atau jadi staf. Kalau jadi motivator jarang sekali. Jadi memang sangat menyedihkan.

Untuk memperjuangkan suatu kesadaran untuk cinta terhadap lingkungan hidup dan satwa liar memang tidak mudah membalikan telapak tangan. Bangsa yang mengalami krisis demoralisasi terhadap lingkungan hidup semenjak berlakunya abad post modernisasi semasa penjajahan Belanda dan rejim orde baru melahirkan manusia-manusia yang tidak berkarakter. Hal ini sangat wajar rasa euphoria menjangkiti pola pikir bangsa ini. Bagaimana bisa menyelamatkan alamnya sendiri?

Suatu perjuangan memang lahir dari rasa cinta tanpa cinta terhadap lingkungan hidup bagaimana bisa menyelamatkan alam ini. Untuk mendorong rasa cinta terhadap lingkungan hidup di saat ini penulis cenderung menghadirkan media yang paling efektif adalah audio-visual terutama video yang meyuguhkan film-film dokumenter bersifat ilmiah terutama untuk lingkungan hidup sebagai motivasi untuk menggorok kesadaran rasa cinta terhadap lingkungan hidup dan eksotik satwa liar Indonesia. Ada beberapa macam untuk mengungkapkan suatu kesadaran bangsa Indonesia terhadap lingkungan hidup meski harus bertentangan dalam dirinya. Seperti apa yang disampaikan Alain Compost “Sekarang pekerjaan utama saya, sama seperti rekan-rekan seprofesi lain di seluruh dunia, adalah mendokumentasikan lingkungan hidup dari sisi yang lain, yakni sisi kelamnya.”

Misalnya saja merekam kebakaran hutan atau kematian satwa. Ia mengatakan amat tak menyukai pekerjaannya itu. Seperti memfilmkan mimpi buruk yang terburuk dari seorang pencinta alam. Namun, ia harus melakukannya, meski sadar bahwa ia mungkin akan bertentangan dengan pihak-pihak yang memegang andil dari terjadinya pemanasan global. Karena itu, Alain menekankan adanya sebuah kekhususan karya.

Sementara itu, pesan Naisbitt pada dunia adalah meski banyak hal yang berubah, kebanyakan hal tetap konstan dunia tidak bersifat A atau B. Baik kata maupun gambar akan tetap ada. Namun dalam banyak hal, kata tertulis akan digantikan representisasi visual, dan narasi tertulis akan digantikan oleh ilustrasi. Dalam perubahan kombinasi komunikasi visual dan kata, visual akan mendominasi. Tantangannya adalah memastikan kombinasi maksimal kata dan visual dalam setiap bidang. “Inovasi akan gagal saat anda tidak mendengar detak jantung masa kita, ikuti irama ritme atau dalam beberapa kasus, kirim andrenalin dalam jumlah cukup ke pasar untuk mengubah ritme tersebut”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.