Senin, 19 Januari 2009

Pasca Perang, Irak Harus Membayar Mahal Kerusakan Lingkungan

Sumber http://www.geografiana.com/



Buana Katulistiwa- Permasalahan lingkungan Irak, segera akan menjadi persoalan yang sangat serius di negeri itu pasca perang, termasuk pembersihan tempat-tempat berbahaya dari upaya sabotasi pipa-pipa minyak, kata pejabat PBB, Jum'at (3/6).

"Bahan-bahan kimia kini sedang merembes ke bawah tanah dan situasi menjadi buruk dan menimbulkan permasalahan kesehatan yang serius," kata Pekka Haavisto, Ketua Satgas Program Lingkungan PBB untuk Irak.

Irak, kata dia, merupakan kasus yang sangat buruk yang pernah mereka tangani dan sangat sulit pula untuk dibandingkan. "Setelah Perang Balkan, kami dapat secepat mungkin dapat melakukan intervensi untuk membuat perlindungan, seperti terhadap sungai Danube, tapi tidak untuk Irak," kata Haasvito seperti dikutip Reuters.

Minimnya peralatan dan kemampuan Irak untuk menangani polusi dari dua peperangan sebelumnya dan lebih dari satu dekade penerapan sanksi yang menghancurkan lingkungan, termasuk terhadap sungai Tigris dan Eufrat dimana banyak mengalir limbah yang berbahaya.

Situasi menjadi buruk setelah invasi pimpinan Amerika Serikat tahun 2003, dimana munisi uranium telah dipergunakan untuk melawan Irak untuk kedua kali dan sehabis perang merampas dan membakar infrastruktur menyebabkan keruntuhan massif dan racun.

"Pengeboman dan perang menyebabkan biaya, tapi biaya yang diakibatkan kerusahan lingkungan lebih mahal lagi, seperti yang yang terjadi di istalasi penyulingan Dora atau gudang penyimpanan nuklir Tuwaitha," kata Haavisto.

"Ada tempat yang tak pernah dibersihkan, yang ada hanya kerja penilaian dari tempat-tempat ini. Sangat sedikit yang sudah berubah dan tim Irak kini sedang proses mencapai beberapa lokasi."

Pejabat PBB mengacu kepada kompleks Tuwaitha seluas 56 km2 (22 mile persegi) di selatan Baghdad dimana 3.000 barel bahakan kimia yang mengandung kandungan nuklir telah dicuri.

Di depot Dora di tepi Baghdad, 5.000 barel bahan kimia, termasuk depot tetra ethylene telah tumpah terbakar atau dicuri, seperti ditunjukkan sebuah hasil survey PBB.

Tempat-tempat yang terkontaminasi berdekatan dengan suplai air, termasuk 200 km2 (77 mil persegi) kompleks industri militer, pabrik semen dan pupuk yang sudah dicuri dan penumpahan minyak.

"Irak tadinya adalah masyarakat industri modern. Bahan kimia sangat berisiko bagi masa depannya. Semakin banyak waktu yang disia-siakan maka akan memberikan konsekuensi kesehatan," kata Haavisto.

Dia mengatakan, penanganan kerusakan lingkungan pasca perang memaksa 1.000 staf kementerian lingkungan Irak menyusun sebuah unit independen setelah invasi Amerika.

Sebuah studi akan dilakukan mencakup penggunaan uranium, racun, baja untuk bom yang lebih mematikan, yang digunakan Amerika Serikat dalam invasi ini. Pada Perang Teluk, ada perkiraan Amerika menggunakan 300 ton bahan-bahan mematikan ini, dan belum ada angka yang pasti berapa besar penggunaanya pada invasi terakhir ini. (bj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.