Senin, 24 Oktober 2011

Penerapan Cooperative Learning dalam Pembelajaran Sejarah II

Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya: Penerapan Cooperative Learning dalam Pembelajaran Sejarah I

Senada dengan belajar kelompok, metode diskusi dapat diterapkan dalam materi aspek sosiologi, PPKN, dll. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode diskusi kelompok adalah:
1) Persiapan perencanaan diskusi
• Tujuan diskusi harus jelas
• Peserta diskusi harus memenuhi persyaratan tertentu, dan jumlahnya disesuaikan dengan sifat diskusi itu sendiri
• Penentuan dan perumusan masalah yang akan didiskusikan harus jelas
• Waktu dan tempat diskusi harus jelas
2) Pelaksanaan diskusi
• Membuat struktur kelompok
• Membagi tugas dalam diskusi
• Merangsang seluruh peserta untuk berpartisipasi
• Mencatat ide-ide atau saran penting
• Menghargai setiap pendapat yang diajukan peserta
• Menciptakan situasi yang menyenangkan
3) Tindak lanjut diskusi
• Membuat kesimpulan/laporan diskusi
• Membacakan kembali hasilnya untuk diadakan koreksi seperlunya
• Membuat penilaian terhadap pelaksanaan diskusi tersebut untuk dijadikan bahan pertimbangan dan perbaikan pada diskusi yang akan datang.[8]
c. Metode tutor sebaya
Anita Lie mendefinisikan tutor sebaya sebagai peer teaching yakni, pengajaran yang dilakukan oleh rekan sebayanya.[9] Menurutnya hal ini lebih efektif daripada pengajaran oleh guru karena latar belakang pengetahuan dan pengalaman atau yang dikenal dengan istilah skemata dalam bidang pendidikan, skemata mereka satu sama lain lebih mirip dibandingkan dengan skemata yang dimiliki oleh guru. Peer teaching menggunakan siswa sebagai guru. Dasar pemikiran tentang tutor sebaya adalah siswa yang pandai dapat memberikan bantuan kepada siswa yang kurang pandai. [10]
Metode ini dapat diterapkan dalam materi PPKN dengan mengajarkan sesama siswa keteladanan  pahlawan maupun ketika siswa mempelajari ibadah praktek, misal tata cara wudlu dan sholat.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Persiapan
• Merumuskan topik dan tujuan
• Membagi kelas dalam kelompok-kelompok dimana setiap kelompoknya ada satu siswa yang berfungsi sebagai tutor.
2) Pelaksanaan
• Guru memberikan penjelasan umum tentang topik yang akan dibahas
• Siswa belajar dari rekannya dalam kelompok dan jika mempunyai kesulitan dapat bertanya pada guru.
• Guru selalu memantau proses tutor sebaya dalam kelompok siswa
3) Penyelesaian
• Evaluasi bisa dilakukan oleh tutor maupun guru, jika dilakukan oleh tutor maka guru harus memberikan standar nilai yang jelas.[11]
d. Metode Jigsaw
Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aranson, kemudian diadaptasi oleh Slavin.[12] Teknik ini serupa dengan pertukaran antar kelompok, bedanya setiap siswa mengajarkan sesuatu. Ini merupakan alternatif menarik bila ada materi belajar yang bisa disegmentasikan.
Tiap siswa mempelajari setiap bagian yang bila digabungkan akan membentuk pengetahuan yang padu.[13]
Metode ini dapat digunakan ketika guru menyampaikan materi sejarah, Akhlaq, PPKN, Fiqh, maupun Alqur’an Hadist dimana materi-materi tersebut bisa disegmentasikan untuk dipelajari masing-masing siswa yang nantinya akan dibahas dalam kelompok.
Langkah-langkah pelaksanaannya sebagai berikut:
1) Persiapan
• Guru memilih materi yang bisa dipecah atau disegmentasikan dalam beberapa bagian.
• Menjelaskan sistem belajar yang akan dipakai
• Membentuk home teams sebagai kelompok asal
• Membentuk expert teams yang terdiri dari anggota-anggota kelompok yang mempelajari segmen yang sama dalam home teams masing-masing.
2) Pelaksanaan
• Setelah siswa terbagi dalam beberapa kelompok, tiap segmen materi diberikan pada siswa dalam home teams.
• Guru menginstruksikan siswa untuk mempelajari “bagian”nya secara mendalam dengan expert teams, yakni siswa yang mempelajari segmen yang sama.
• Guru selalu memantau proses belajar siswa dalam tiap kelompok ahli sebagai bahan evaluasi bagi proses kelompok dalam kelas maupun untuk mengetahui sejauh mana keaktifan siswa.
• Setelah proses belajar dalam expert teams usai, masing-masing siswa kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mengajarkan apa yang telah didapat dari hasil belajar bersama anggota expert teams. Di dalam home teams siswa saling belajar dari rekannya mengenai segmen materi yang berbedabeda.
• Guru berfungsi sebagai fasilitator yang selalu mengawasi dan mengarahkan transisi kelompok agar suasana kelas tetap terkendali
3) Penyelesaian
Guru memberikan evaluasi terhadap proses kelompok dan juga pemahaman mereka terhadap materi.[14]
Langkah-langkah penerapan metode-metode dalam model CL tersebut harusnya menjadi pedoman bagi guru untuk menerapkan model Cooperative Learning dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi siswa maupun lingkungan yang mendukung diterapkannya model tersebut.


[1] Belajar kelompok bisa juga disebut belajar bersama (learning together) merupakan kumpulan beberapa orang dengan variasi kemampuan yang berbeda (mixed abilities group) yang saling belajar, saling berbagi pendapat dan saling membantu dengan kewajiban setiap anggota harus benar-benar memahami jawaban atau penyelesaian tugas yang diberikan kepada kelompok tersebut. Pertanyaan atau permintaan bantuan kepada guru dilakukan hanya jika mereka sudah benar-benar kehabisan akal. Yang dianggap juga penting dalam model ini adalah adanya saling ketergantungan dalam arti positif, adanya interaksi tatap muka di antara anggota, keterlibatan anggota sangatlah diperhitungkan, dan selain menggunakan ketrampilan pribadi juga mengembangkan ketrampilan kelompok. Lihat Krismanto, Belajar secara Kooperatif sebagai Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: PPG Matematika, 2000), hlm 18
[2] Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar (Bandung: Tarsito, 2003), hlm. 116
[3] Bimo Walgito, op. cit., hlm. 103
[4] Nana Sudjana, CBSA dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm 87-89
[5] Robert E. Slavin, op.cit., hlm. 130
[6] Arief Armei, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 145
[7] Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), hlm. 57
[8] Ibid, hlm. 58-59
[9] Anita Lie, op.cit., hlm. 31
[10] Conny Semiawan, Pendekatan Ketrampilan Proses, (Jakarta: Gramedia, 1990), cet. VI, hlm. 70
[11] Ibid
[12] Nurhadi, op.cit., hlm. 117, bisa juga dilihat dalam Slavin, op.cit., hlm. 122
[13] Melvin L. Silberman, op.cit.,
[14] John Holt, “Jigsaw: Tips On Implementation”, http://www.jigsaw.org/tips.htm., On line 5 maret 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.