Jumat, 14 Oktober 2011

Pendekatan Perkembangan Kognitif Siswa

1. Perkembangan Kognitif Siswa
Istilah “kognitif” berasal dari kata cognition yang artinya sama dengan kata “knowing” yang berarti mengetahui. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi sangat populer sebagai salah satu domain atau wilayah psikologis manusia yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengelolaan informasi dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan kehendak dan perasaan yang bertalian dengan ranah rasa.
Menurut para ahli psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah kognitif manusia sudah mulai berjalan sejak manusia itu mendayagunakan kapasitas motor sensorinya. Hanya, cara dan intensitas pendayagunaan kapasitas ranah kognitif tersebut masih belum jelas benar. Argumen yang dikemukakan para ahli mengenai hal ini antara lain ialah bahwa kapasitas sensori dan jasmani bayi yang baru lahir tidak mungkin dapat diaktifkan tanpa aktifitas pengendalian sel-sel otak bayi tersebut. Sebagai bukti, jika seorang bayi lahir dengan cacat atau kelainan otak, kecil sekali kemungkinan bayi terebut dapat mengotomatisasikan refleks-refleks motor dan daya-daya sensorinya. Otomatisasi refleks dan sensori, menurut para ahli, tidak pernah terlepas sama sekali dari aktivitas ranah kognitif, sebab pusat refleks sendiri terdapat dalam otak, sedang otak adalah pusat ranah kognitif manusia.

2. Teori Pendekatan Kognitif

Teori psikologi kobnitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberi konstribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi pendiikan. Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangan ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampaktidak dapat diukur tanpa dan diterangkan melibatkan proses mental, seperti motivasi, keyakinan, dan sebagainya.
Belajar pada dasarnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir semua aktivitas belajr siswa. Secara lahiriah, seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis, tentu menggunkan perangkat jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, prilaku mengucapkan kata dan menggoreskan pena yang dilakukan tersebut bukan semata-mata respons atas stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang yang diatur oleh otak
Jadi semakin jelaslah bahwa perilaku belajar itu, dalam hampir setiap bentuk dan manifestasinya, bukan hanya peristiwa ikatan antara stimulus dan respon melainkan lebih banyak melibatkan respon kognitif. Hanya dalam peristiwa belajar tertentu yang sangat terbatas ruang lingkupnya (belajar kesopanan), peranan ranah cipta siswa tidak menonjol.

3. Arti Penting Perkembangan Kognitif Bagi Proses Belajar Siswa
Ranah psikologis siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, dalam perspektif spikologi kognitif, adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Tidak seperti organ tubuh lainnya, organ otak sebagai pusan fungsi kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas akal pikiran, melainkan juga pengontrol perasaan dan perbuatan. Sekali kita kehilangan fungsi kognitif karena keruskan berat pada otak, martabat kita hanya beda sedikit dengan hewan.
Demikian besarnya kemampuan otak dan demikian rumitnya susunan saraf yang terdapat di dalamnya, sehingga peralatan yang palig canggih pun hingga saat ini belum sanggup menyikap seluruh rahasia yang ada di dalamnya.
Tanpa ranah kognitif, sulit dibayangkan seorang siswa dapat berfikir. Selanjutnya tanpa kemampuan berfikir mustahil siswa tersebut dapat memahami dan menyakini faidah materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya. Tanpa berfikir juga sulit bagi siswa untuk menangkap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran yang ia pelajari, termasuk pelajaran agama.
Walaupun demikian, bukan berarti fungsi afektif dan psikomotor seorang iswa tidak perlu. Kedua fungi psikologis siswa tersebut juga penting, tetapi seyogianya sukup dipandang sebagai buah hasil kegagalan perkembangan dan aktivitas fungsi kognitif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.