Pengertian Metode Diskusi
Yang dimaksud dengan metode diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan. Dan diskusi tidak sama dengan berdebat, diskusi selalu diarahkan kepada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai macam pendapat dan akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh anggota dalam kelompoknya (Abu Ahmadi, 1986: 114).
Sedangkan menurut Muhibbin, metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan belajar memcahkan masalah (Problem Solving), metode ini lazim disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialitized recitation). Dan metode diskusi sendiri dimaksudkan untuk merangsang pemikiran serta berbagai jenis pandangan (Muhaimin, dkk, 1996: 83).
2. Jenis-jenis Diskusi
Untuk dapat malaksanakan diskusi di kelas, seorang Guru harus mengetahui terlebih dahulu tentang jenis-jenis diskusi, sehingga dalam pelaksanaannya nanti dapat menyesuaikan jenis diskusi apa yang akan digunakan. Ditinjau dari sudut formalitas dan jumlah peserta yang mengikutinya, diskusi digolongkan menjadi:
1. Diskusi Formal
Diskusi ini terdapat pada lembaga-lembaga pemerintahan atau semi pemerintahan, dimana dalam diskusi itu perlu adanya ketua dan penulis serta pembicara yang diatur secara formal, contoh: sidang DPR 9Abu Ahmadi, 1986: 114). Sedang menurut M. Syah, aturan yang dipakai dalam diskusi ini biasanya ketat dan rapi. Jumlah peserta siswa yang menjadi peserta pun umumnya lebih banyak bahkan dapat melibatkan seluruh siswa kelas. Ekspresi spontan dari peserta biasanya dilarang sebab tiap peserta yang akan berbicara harus seizin moderator untuk menjamin ketertiban lalu lintas diskusi.
2. Diskusi Informal
Aturan dalam diskusi ini lebih longgar dari pada yang dipakai dalam diskusi-diskusi lainnya, karena sifatnya yang tidak resmi. Penerapannya bias dalam diskusi keluarga, dan dalam belajar mengajar dilaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar dimana satu sama lain bersifat “Face to face relationship”.
3. Diskusi Panel
Dalam diskusi ini ada dua kategori peserta, yaitu: peserta aktif dan non aktif. Peserta aktif langsung melibatkan diri dalam diskusi, sedangkan peserta non aktif hanya menjadi pendengar. Adakalanya peserta non aktif ini terdiri dari beberapa kelompok yang memiliki wakil-wakil yang ditugasi berbicara atas nama kelompoknya.
4. Diskusi dalam bentuk Symposium
Diskusi ini hampir sama dengan diskusi formal lainnya, hanya saja diskusi symposium disampaikan oleh seorang pemrasaran atau lebih (umumnya lebih). Pemrasaran secara bergiliran menyampaikan uraian pandangannya mengenai topic yang sama atau salah satu dari topic yang sama tersebut. Dan diskusi symposium ini biasanya tidak mencari kebenaran tertentu.
5. Lecture Discussion
Diskusi ini dilaksanakan denga membeberkan suatu persolan, kemudian didiskusikan. Disini biasanyan hanya satu pandanan atau satu persoalan saja.
Sedangkan bila distinjau dari segi pola pemusatan orang yang berperan dalam diskusi di sekolah, metode ini terbagi dua yaitu :
1. Pola diskusi Teacher Centrallity (terpusat pada guru)
2. Pola diskusi student cenrtrality (terpusat pada siswa).
Masing-masing mempunyai ciri khas sendiri, terapi tidak mengurangi kontribusi aktif para siswa peserta (Surya, 1982).
1. Pola Teacher Centrallity (terpusat pada guru)
Peranan guru disini adalah :
- Indikator : Peserta yang menampilkan agenda masalah yang akan dijadikan topik diskusi.
- Direktur : Peserta yang mengarahkan pembicaraan pada agenda masalah yang akan dibicarakan.
- Moderator : peserta yang diberi wewenang yang mengatur laju pembicaraan para partisipan (siswa peserta)
- Evaluator: penilai partisipasi dan kemajuan para partisipan baik sebagai individu dan kelompok.
2. Pola Student Centrallity (terpusat pada siswa)
Peran siswa partisipan adalah sebagai berikut :
- Sebagai moderator : yang layak memimpin diskusi
- Kontributor : pemberi kontribusi pertanyaan, sanggahan, saran dan sebagainya.
- Encourager : pemberi dorongan dan kesempatan kepada sesama partisipan untuk turut aktif memberi kontribusi
- Evaluator : penilai jalanya pembahasan dan keputusan/kesimpulan/jawaban yang disodorkan oleh guru sebagai moderator.
3. Aplikasi Metode Diskusi
Pada dasarnya metode diskusi diaplikasikan dalam Proses Belajar Mengajar untuk :
a. Mendorong siswa berpikir kritis.
b. Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas
c. Mendorong siswa mengembangkan pikirannya untuk memecahkan masalah bersama.
d. Mengambil satu alternatif jawaban/beberapa alternatif jawaban untjuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama
e. Membiasakan peserta didik suka mendengar pendapat orang lain sekalipu berbeda dengan pendapatnya sendiri
f. Membiasakan bersikap toleran
Dari apa yang telah diuraikan, sesungguhnya aplikasi metode diskusi mempunyai sisi positif dan sisi negatif.
- Sisi positif
1. Suasana belajar mengajar di kelas akan berkembang. Hal itu dapat di ketahui karena konsentrasi siswa akan terfokus kepada masalah yang sudah didiskusikan. Sehingga partisipasi siswa dalam metode ini sangat dituntut pertanyaannya.
2. Memberikan pelajaran bersikap toleran, demokrat, kritis dan berfikir sistematis kepada siswa.
3. Kesimpulan-kesimpulan dari masalah yang sedang didiskusikan dapat secara mudah diingat siswa. Hal itu disebabkan karena siswa mengikuti alur berfikir diskusi.
4. Memberikan pengalaman kepada siswa tentang etika bermusyawarah.
- Sisi Negatif
1. Jalannya diskusi akan lebih sering didominasi oleh siswa yang pandai. Sehingga mengurangi peluang siswa yang lain untuk berpartisipasi
2. Jalannya diskusi sering dipengaruhi oleh pembicaraan yang menyimpang dari topik pembahasan masalah, sehingga pembahasan melebar kemana-mana.
3. Diskusi biasanya lebih banyak memboroskan waktu, sehingga tidak sejalan dengan prinsip efisiensi (Barlow, 1985; Darajat, 1985).
Mengingat adanya kelemahan-kelemahan di atas, maka Guru yang berkehendak menggunakan metode diskusi sebaiknya mempersiapkan segala sesuatunya dengan rapi dan sistematis terlebi dahulu. Dan dalam hal ini, peran seorang Guru sebagai encourager yang memberi encouragement (dorongan semangat dan membesarkan hati) sangat diperlukan, terutama oleh peserta yang tergolong kurang pintar atau pendiam.
Daftar Rujukan:
1. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001, Cet. I.
2. Arief Furchan, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan: Terj. Introduction To Research In Education, Usaha Nasional, Surabaya.
3. Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar: Penerapannya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama, CV. Citra Media, Surabaya, 1996, Cet. I.
4. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru, PT. Remaja Rosda Karya, 1999, Cet. IV.
5. Abu Ahmadi, Netode Khusus Pendidikan Agama Islam, PT. Bima Aksara, Jakarta, 1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.