Mendapatkan beasiswa ke luar negeri, baik itu untuk studi, training, ataupun jalan-jalan saja merupakan keinginan dan impian hampir semua orang. Hanya yang membedakan antara orang yang mendapatkan kesempatan itu dengan yang tidak adalah seberapa lama bisa mempertahankan mimpi itu dalam diri kita. Ada yang ngomong,”Life is only about how long you can survive.”
Aku bukanlah orang yang punya otak briliant, ataupun lulus dengan predikat cumlaude s1 kemarin. Tapi, alhamdulillah, setelah lulus s1 di bulan April 2009, apply scholarship. Seleksi selama 1 tahun, akhirnya di terima. Usiaku saat itu 23 th, dimana merupakan penerima beasiswa s2 International Fellowship Programs - Ford Foundation termuda diantara 49 orang lainnya yang datang dari seluruh penjuru Indonesia. Waktu itu jumlah pelamar 9333 orang se-Indonesia.
Mendapatkan beasiswa untuk studi ke luar negeri bukanlah hal yang mudah apalagi bila sponsornya dari luar negeri. Namun, itu juga bukanlah hal yang mustahil untuk di dapatkan. Aku ingat sekali, sewaktu seleksi beasiswa itu. Selama 1 tahun aku tidak bisa menerima tawaran kerja kontrak, terkatung-katung kerja freelance. Pernah ada tetanggaku yang bertanya kepada ibuku:
“Anakmu kerja apa sekarang setelah lulus?”
“Masih ngajar-ngajar les privat itulah,..” terlihat Ibuku sedikit kurang pede menjawabnya.
“Owh,..”
“Tapi dia sekarang sedang ikut seleksi beasiswa s2 ke luar negeri.” lanjut Ibuku, mungkin merasa sedikit di remehkan. Tetangga itu pun berkata,
“Anakmu itu tidak tahu diri. Keinginanannya terlalu muluk. Tidak ingat dengan bagaimana kondisi keluarganya sekarang.”
Sesampai di rumah, ibuku menceritakan semuanya. Wuiihhh,.. rasanya mau nangis diri ini di pangkuan ibu. Jujur waktu itu hidup kami sedang ngak karuan. Uang terbatas, makan pun susah. Aku anak tertua, ayahku sudah tiada. Oleh sebab itu, tanggung jawab keluarga berada di pundakku. Aku hanya bermodalkan keyakinan bahwa aku akan mendapatkan apa yang telah aku impikan. Ridho tuhan bersama ku karena ku melakukan semua ini untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang di sekitarku.
Seleksi Beasiswa
Sebenarnya sejak aku mulai kuliah s1 di Universitas Bengkulu, aku sudah menancapkan azam dalam diriku. Aku harus dapat beasiswa s2. Soalnya, s1 ini saja biaya masuknya ngutang. Tidak mungkin s2 nanti kembali gali lobang lagi. Maka, sembari kuliah, aku mengasah kemampuan menulis, terjun di beberapa organisasi untuk mengasah kemampuan leadership dan komunikasi, terjun di kegiatan-kegiatan sosial dan bekerja.
Pada saat aku lagi sibuk-sibuknya mengerjakan skripsi untuk lulus di bulan April 2009, dua teman dekatku Winda dan Dendi, mengajakku ikut seleksi beasiswa IELSP ke USA. Beasiswa ini memfasilitasi mahasiswa dari beberapa negara untuk belajar selama 2 bulan di USA dengan full funding. Waktu itu aku mulai goyah, antara melanjutkan skripsi, atau take break ikut seleksi beasiswa IELSP. Konsekuensinya, tamat kuliah tertunda. Namun, keluargaku tidak bisa menunggu lebih lama lagi jika aku masih terus kuliah. Ada adik yang harus biaya sekolah dan Ibu yang harus di ringankan beban kerjanya. Akhirnya aku memutuskan untuk fokus ke skripsi ku. Dua teman ku itu mengikuti seleksi, dan kebetulan kuota untuk Provinsi Bengkulu, 1 laki-laki dan 1 perempuan. Alhamduliallah, mereka berdua dapat, Winda ke Ohio University dan Dendi ke Syracuse University.
Ketika, aku mengantar mereka di bandara. Mau nangis rasanya diri ini. Dua sahabat dekat ku pergi ke luar negeri sedangkan aku tinggal sendiri di sini. Galau pun tak elak muncul dalam benakku. Apakah benar aku bisa mewujudkan keinginananku keluar negeri. Akhirnya, dalam hati ku berkata,”Kalian pergilah 2 bulan ke luar negeri, aku nanti 2 tahun.” Alhamdulillah, ternyata tuhan mendengar suara hatiku dengan mendapatkan beasiswa s2 ini. Studi s2 di University of Manchester :)
Kunci utama jika ingin memenangkan sebuah scholarship adalah pahami scholars seperti apa yang diinginkan oleh si funding. Beda beasiswa, beda objek yang mereka cari. Informasi ini bisa di lihat di eligible for pada saat iklan beasiswa itu. Kemudian, cari beasiswa yang kriteria scholarnya mendekati backgorund yang kita miliki, baik itu secara akademisi, pekerjaan dan lain sebagai. Bila ini sudah cocok atau sedikit cocok. Anda sudah satu langkah di depan kandidat yang lain. Langkah selanjutnya adalah bagaimana anda menjelaskan, menggambarkan serta meyakinkan pihak sponsor bahwa apa yang mereka cari ada dalam diri anda. Biasanya pihak sponsor mengetahui hal ini lewat formulir yang kita kirim ke mereka. Tahap ini mungkin di pandang sepele oleh sebagaian orang. Kebanyakan berfikir, interview lah yang paling susah. Tetapi, sebenarnya pihak sponsor sudah menetapkan siapa yang akan di biayinya sejak dari tahap ini. Interview hanya proses meyakinkan saja.
sumber:http://edukasi.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.