Peran Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Kesulitan Belajar
Tujuan pendidikan nasional berlaku bagi semua jenis sekolah dan dilaksanakan dengan ciri-ciri khas dari setiap jenjang pendidikan sekolah. Dengan kata lain, tujuan institusional harus diselaraskan dengan tujuan pendidikan nasional dan merupakan suatu konsentrasi yang harus membawa tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Untuk mencapai tujuan pendidikan siswa perlu dapat bimbingan agar mereka dapat membina sebanyak mungkin dari pengalaman disekolah. Akan tetapi kemampuan guru dalam membimbing anak didiknya terbatas, sedangkan masalah yang dihadapi anak didik semakin hari semakin kompleks. Dari semacam kondisi inilah peranan bimbingan dan penyuluhan diperlukan, dalam rangka memanimalisasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa.
Tujuan akhir pelayanan bimbingan ini sama dengan tujuan pendidikan di sekolah, tetapi cara untuk sampai pada tujuan itu lain yang digunakan dalam bidang-bidang pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh W.S. Winkel :
Bimbingan disekolah menengah merupakan bidang khusus dalam keseluruhan pendidikan sekolah yaitu memberikan pelayanan yang ditangani oleh ahli-ahli yang telah disiapkan untuk itu. Ciri khas dari pelayanan ini terletak dalam hal memberikan bantuan mental atau psikologis kepada murid dalam membulatkan perkembangannya. Tujuan dari pemberian bimbingan ialah supaya setiap murid berkembang sejauh mungkin untuk mengambil manfaat sebanyak mungkin dari pengalamannya disekolah, mengingat ciri-ciri pribadinya dan tuntunan kehidupan dalam masyarakat sekarang. (Winkel, 1991:28)
Dengan adanya peranan dan bimbingan terserbut diharapkan semua persoalan yang dihadapi anak didik dapat diantisipasi sedini mungkin. Menurut Bimo Walgito bimbingan dan penyuluhan di sekolah dapat dilaksanakan dengan bermacam sifat :
1. Preventif, yaitu bimbingan yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai timbul kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.
2. Korektif, yaitu memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh individu.
3. Preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sampai menjadi keadaan yang tidak baik (Walgito, 1984:26)
Dari uraian tersebut dapat ditarik benang merah bahwa peranan dari pada bimbingan dan penyuluhan sangat diperlukan oleh siswa dalam rangka untuk mencapai tujuan dari pada pendidik dan pengajaran.
Daftar Rujukan:
1. Ahmad, Abu 1978. Psikologi Pendidikan. Semarang: Rineka Cipta
2. Ahmadi, Abu dan Achmad Rohani. 1991. Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Ilmu
3. AM, Sadirman . 1987. Interakasi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: CV. Rajawali
4. Anshari, Hafi. 1983. Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional
5. Arifin, M. 1994. Teori Konseling Umum dan Agama, Jakarta: Golden Terayon Press.
6. Hamalik, Oemar, 1990, Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito
7. Hamalik, Oemar. 1992, Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru Algesindo
8. Moleong, Lexy J. 1998. Meteodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya
9. Mapiare, Andi. 1989. Pengantar Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Surabaya: Usaha Nasional
10. Poerwadarminta, W.J.S. 1997. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
11. Partowisastro, Koestoer. 1984. Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar, Jakarta: Erlangga.
12. Surahmat, Winarno. 1989. Pengantar Penelitian, Dasar-dasar dan Teknik, Bandung: Tartito.
13. Sukardi, Dewa Ketut. 1983. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.
14. Suryabrata, Sumadi. 1992. Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: CV. Rajawali
15. Walgito, Bimo. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Yogkayarta: Andi Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.