Di Indonesia pertama kali dikembangkan oleh Patih di Purwokerto bernama R. Aria Wiria Atmadja dimana beliau merasa prihatin terhadap masyarakat yang terlibat hutang pada lintah darat. Untuk mengatasi hal tersebut sang patih meminjamkan uang kas masjid yang dipegangnya pada tahun 1896, patih tersebut mendirikan Bank (peminjaman uang kas). Dalam pengamatan waktu dulu koperasi dibedakan 2 bagian.
1. Koperasi sebagai organisasi baru tumbuh dalam jarak yang cukup jauh dengan semangat yang dikandungnya.
2. Koperasi sebagai semangat yaitu semacam keinginan untuk memperbaiki taraf hidup suatu golongan ekonomi lemah. Dalam taraf bangkitnya ide semangat koperasi maka golongan yang mengemban semangat itu adalah pegawai negeri yang saat itu terjebak hutang pada kaum lintah darat.
Cita-cita dan semangat sang patih dilanjutkan oleh De Walf Van Westerrode dimana falsafahnya bahwa sifat tolong menolong pada masyarakat Jawa dapat dijadikan dasar untuk menghidupkan koperasi seperti apa yang pernah dilihatnya. Tapi cita-cita tersebut tidaklah mulus, walaupun cita-cita itu kurang menggembirakan tetapi lembaga penolong kaum kecil sudah mulai dikenal, kegagalan bukan dari unsur kekurangan tetapi karena ekonomi saat itu dalam keadaan kurang baik (Masiyah Kholmi, 1995).
Selama masa pendudukan Jepang antara tahun 1942–1945, dan sesuai dengan sifat kemiliteran pemeritah pendudukan Jepang, usaha-usaha koperasi di Indonesia disesuaikan dengan asas-asas kemiliteran. Usaha koperasi di Indonesia dibatasi hanya untuk kepentingan perang Asia Timur Raya yang dikobarkan oleh Jepang. Pada zaman Jepang dikembangkan suatu model koperasi yang terkenal dengan sebutan Kumiai. Pada saat masyarakat percaya terhadap Kumiai, Jepang mulai melakukan siasat yang sebenarnya. Siasat Pemerintah Jepang melalui Kumiai adalah untuk menyelewengkan asas-asas koperasi yang sebenarnya untuk memenuhi kepentingan perang. Akhirnya masyarakat menyadari bahwa keberadaan Kumiai hanyalah untuk dijadikan tempat mengumpulkan bahan-bahan kebutuhan pokok guna kepentingan perang Jepang melawan Sekutu. Dalam Perkembangan selanjutnya pemerintah pendudukan Jepang menetapkan suatu kebijakan pemisahan urusan perkoperasian dengan urusan perekonomian. Akibatnya pembinaan koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi masyarakat terabaikan. Setelah memperoleh kemerdekaan, bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan kebijakan ekonominya. Berkat hasil kerja keras Jawatan Koperasi maka perkembangan koperasi pada masa ini mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Sampai dengan tahun 1959 perkembangan koperasi di Indonesia pada masa ini tidak lama akibat diterapkannya sistem0 demokrasi liberal. Partai-partai politik yang ada cenderung memanfaatkan koperasi sebagai wadah untuk memperluas pengaruhnya. Dengan kata lain koperasi pada masa ini cenderung dijadikan sebagai alat politik (Revrisond Baswir,1997).
Pada masa Orde Baru diberlakukan Undang Undang no. 12/1967. Dari undang-undang ini mengakibatkan koperasi yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan undang-undang tersebut terpaksa dibubarkan atau membubarkan diri. Akibat diberlakukan Undang Undang no. 12/1967 koperasi mulai berkembang kembali. Salah satu program pengembangan koperasi yang cukup menonjol pada masa ini adalah pembentukan koperasi unit desa (KUD). Pembentukan KUD merupakan penyatuan dari beberapa koperasi pertanian yang kecil dan banyak jumlahnya dipedesaan. Disamping itu dalam periode ini pengembangan koperasi juga diintegrasikan dengan pembangunan dibidang-bidang lain. Hasil yang dicapai dari kebijakan pengembangan koperasi adalah adanya peningkatan jumlah koperasi. Sejalan dengan peningkatan jumlah koperasi maka jumlah anggota, modal, volume usaha dan sisa hasil usaha koperasi juga turut meningkat. Salah satu langkah strategis yang diambil pemerintah untuk memacu perkembangan koperasi adalah mengganti Undang Undang Koperasi no. 12/1967 dengan Undang Undang No.25/1992. Pada undang-undang yang baru ini terjadi perubahan yang cukup mendasar, baik pada segi pengertian koperasi maupun pada berbagai aspek teknis pengelolaan koperasi (Revrisond Baswir,1997).
Pada era reformasi, koperasi cukup mendapatkan tempat dalam mengembalikan kondisi perekonomian Indonesia. Ini tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004 yaitu pada kebijakan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah yaitu :
a. Mengembangkan hubungan kemitraan dalam bentuk keterkaitan usaha yang saling menunjang dan menguntungkan antara koperasi, swasta dan Badan Usaha Milik Negara, serta antara usaha besar, menengah dan kecil dalam rangka memperkuat struktur ekonomi nasional.
b. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.
c. Mempercepat penyelamatan dan pemulihan ekonomi guna membangkitkan sektor riil terutama bagi pengusaha kecil, menengah dan koperasi melalui upaya pengendalian laju inflasi, stabilitas kurs rupiah pada tingkat yang realistis dan suku bunga yang wajar serta didukung oleh tersedianya likuiditas sesuai kebutuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.