Dahulu orang menganggap bahwa dalam membiayai usaha menggunakan hutang akan lebih menguntungkan dibanding menggunakan modal sendiri karena akan menurunkan biaya pendanaan dan akan meningkatkan pengembalian bagi pemegang sahm. Akan tetapi Mondigliani dan Miller (1998) telah membantah dengan membuktikan bahwa dengan asumsi tanpa pajak maka nilai perusahaan independen dan tidak terpengaruh apakah pendanaan usaha menggunakan modal sendiri atau hutang sehingga perubahan struktur modal tidak akan berdampak terhadap nilai perusahaan. Lalu mengapa perusahaan senang berhutang?
Ada beberapa jawaban yang diyakini menjadi alasan perusahaan berhutang, yaitu :
a) Dengan menggunakan hutang, pada kondisi ada pajak, perusahaan akan memperoleh benefit karena pembayaran bunga akan mengurangi lab bersih (net income) yang berarti mengurangi pajak yang harus dibayar (tax deductable interest payment).
b) Perusahaan berhutang untuk meraih keuntungan dari kreditur yang mudah percaya dan tidak berhati-hati (imprudent). Seringkali perbankan tidak mengevaluasi kelayakan pemberian kredit secara baik dan prudent, contohnya tidak melakukan analisa 5C (Character, Collateral, Capital, Condition, Capacity) sebagai dasar pemberian kredit tapi malah menyuburkan praktek KKN.
c) Perusahaan berhutang karena penambahan hutang tidak mendilusi saham pemilik, dan apabila kondisi pasar modal bearish, maka apabila dipaksakan menambah modal dengan menjual saham maka harga jual yang akan diterima pasar akan rendah dan merugikan perusahaan.
Dalam hal ini yang berlaku pada pembentukan arisan lelang adalah poin kedua pada penjelasan diatas, karena besarnya dana bagi aktivitas bisnis sektor informal dan usaha kecil tidak memungkinkan adanya pembebanan pajak dan pengadaan saham.
Risiko Dana Arisan Lelang sebagai Hutang
Dalam pembiyaan suatu usaha, perusahaan atau individu akan menaggung rirsiko teutama jika menggunakan hutang. Secara umum hutang mengandung risiko keuangan yang terdiri dari:
• Risiko nilai mata uang (exchange rate risk ) :yaitu risiko yanakan timbul akibat perubahan nilai mata uang .
• Risiko tingkat harga barang produksi
• Risiko tingkat suku bunga .
Dari ketiga macam jenis risiko keuangan di atas, paling tidak perubahan tingkat suku bunga yang paling sering kita temui dalam kenyataan kehidupan suatu perusahan.
Tetapi dalam konsep ekonomi Islam, risiko dapat disamakan dengan Gharar (berarti lain: ketidakpastian ). Seseorang cenderung menerima resiko manakala keuntungan yang ditawarakan cukup menjanjikan. Sehingga manusia selalu berharap dan mempunyai optimisme yang bisa mengantarkan mereka kepada keyakinan yang subjective akan masa depannya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Jhon Schott : “Every investor has the gambling instinct, because we all harbor the hope of controlling fate, and to some degree, we all feel entitled to things we desire. If we take a gamble,and pick a stock that pays off big, we get the thrill of feling thet we are at the center of te unverse.” (Schott,1998,p.196.)
Para pakar menyatakan ada tiga kodisi untuk rsiko yang dapat di tolerir, risiko tersebut harus :
1. Negligible
2. Inevitable
3. Unintentional
Kondisi pertama sesuai untuk kita katakan bahwa probabilita kegagalan rendah. Kedua menyatakan bahwa permainan diperbolehkan untuk yang saling menguntungkan. Walaupun demkian pertukaran yang menguntugkan tidak bisa di raih tanpa mengasumsikan risiko kegagalan. Kondisi ketiga dapat dinyatakan sebagai persyaratan win-win outcome lebih diutamakan daripada win-lose outcome. Jika tujuan pemain untuk menang dan pemain yang lain kalah dia dikatakan mencari zero sum game. Jika objectivitas adalah untuk mencari win-win outcome, hal ini adalah transaksi yang saling menguntungkan. Tetapi bagaimana bisa kita mengukur tujuan permainan ?
Pendekatan sederhana adalah dengan menggunakan expected utility. Kemudian jika ww menunjukkan set of chase untuk kedua pemain untuk menang. Sedangkan wl menunjukkan di mana player A menang dan player B kalah. Untuk player A dapat menggunakan rumus :
= -
Apabila > 0, hal ini menandakan bahwa pemain A mencari pertukaran yang menguntungkan (win-win outcomes). Tapi apabila 0,berarti pemain Amencari zero sum game (win-lose outcome). Bila kedua belah pihak mencari win-lose outcome, hal ini disebut transaksi gharar. Dan apabila hanya satu pihak saja yang menghendaki win lose outcome maka disebut ijtihad.
Hal yang menjadi pemikiran adalah masalah bila terjadi tindakan ilegal dalamgameini sebab pengadilan tidakmemilikiotoritas menanganinya. Ini masalah etika dan bukannya hukum.
Dalam permainan bisa terjadi , artinya win-win outcome selalu 0, jadi selalu negatif. Bagaimanapun juga jika permainan berstruktur zero sum game maka pengukuran probabilitas perbedaan outcome menjadi tidak dibutuhkan. Beberapa permainan selalu gharar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.